5 Cara Mengoptimalkan Trade Spend dalam Industri FMCG
Trade spend adalah biaya yang dialokasikan untuk promosi di tingkat distributor dan retail dan merupakan salah satu komponen anggaran terbesar dalam pemasaran FMCG.
Berdasarkan white paper Redcomm “FMCG Marketing: Spend or Waste?”, 60–70% budget marketing FMCG habis di trade spend, namun banyak brand tidak bisa membuktikan apakah belanja tersebut benar-benar menghasilkan peningkatan penjualan.
Lebih buruknya lagi, ROI rata-rata trade spend hanya 0,87:1, yang artinya brand bahkan tidak balik modal.
Ini menunjukkan bahwa banyak anggaran promosi justru terbuang karena tidak dikelola secara terukur.
Artikel ini akan membahas penyebab inefisiensi trade spend dan strategi konkret untuk mengoptimalkannya.
Penyebab Trade Spend Sering Tidak Efisien
Meskipun trade spend menyerap mayoritas anggaran marketing FMCG, banyak brand belum mendapatkan hasil yang sepadan.
Ketidak efisienan ini sering kali bukan karena nominal yang kecil, tetapi karena pengelolaan dan pengukurannya yang lemah.
Mari kita lihat faktor-faktor utama yang menyebabkan kebocoran dalam belanja trade promotion?
1. Tidak Ada Sistem Tracking ROI yang Terintegrasi
Banyak program diskon, bundling, atau promo in-store dilakukan tanpa alat ukur yang akurat.
Brand hanya mengandalkan data penjualan dari retailer, yang seringkali tidak memberikan insight lengkap.
2. Strategi Promosi Berdasarkan Intuisi, Bukan Data
Program trade promotion sering diputuskan berdasarkan kebiasaan atau tekanan distributor, bukan berdasarkan data historis dan prediksi.
3. Kesenjangan Data antara Brand, Distributor, dan Retailer
Data terfragmentasi membuat brand sulit memahami efektivitas promosi secara end to end. Ini membuat banyak belanja trade spend tidak teroptimalkan.
4. Overdependence pada Diskon dan Display Fees
Ketika brand hanya mengandalkan promosi harga dan bayaran slot rak, maka nilai jangka panjang dari aktivitas brand building dan shopper marketing jadi terpinggirkan.
Ini Lho 5 Strategi Mengoptimalkan Trade Spend yang Efektif
Kalau Anda ingin memastikan setiap rupiah trade spend memberikan dampak nyata terhadap penjualan, bagian ini wajib disimak.
Banyak brand masih terjebak pada cara lama yang tidak terukur. Sekarang saatnya Anda beralih ke pendekatan yang berbasis data, terintegrasi, dan bisa dievaluasi secara rutin.
Berikut beberapa strategi kunci yang bisa Anda terapkan untuk mengoptimalkan anggaran trade spend.
1. Audit Program Promosi dan Evaluasi ROI Secara Berkala
Jangan hanya mengandalkan laporan penjualan sebagai satu-satunya tolok ukur keberhasilan promosi. Lakukan audit mendalam menggunakan data historis, misalnya campaign mana yang menghasilkan uplift nyata, dan mana yang tidak berdampak?
Gunakan metode post-promotional analysis untuk membandingkan penjualan baseline dengan masa promosi.
Menurut white paper Redcomm “FMCG Marketing: Spend or Waste?”, hanya 32% brand yang benar-benar melakukan evaluasi ROI pada program promosi secara konsisten. Tanpa proses audit rutin, Anda hanya mengulangi kesalahan yang sama.
👉 Pelajari kerangka evaluasi kampanye yang efektif dengan mengunduh white paper-nya di Peluang & Tantangan Bisnis FMCG di Indonesia Tahun 2025.
2. Bangun Dashboard Trade Spend Real Time
Dashboard memungkinkan Anda melihat sebaran anggaran promosi secara real-time, per wilayah, per produk, atau per channel.
Dengan tampilan data visual dan aktual, Anda bisa segera tahu mana area yang underperform dan mana yang over-budget. Ini mempercepat pengambilan keputusan dan mencegah kebocoran anggaran.
3. Integrasikan Data dari Retailer, Distributor, dan Internal CRM
Data penjualan dari retailer seringkali hanya bersifat agregat dan tidak mencerminkan seluruh perjalanan konsumen.
Dengan mengintegrasikan data dari berbagai pihak, retailer, distributor, dan sistem CRM internal, Anda bisa melihat performa promosi secara lebih utuh.
Hal ini juga membuka potensi prediksi demand yang lebih akurat dan campaign yang lebih relevan.
4. Kembangkan Model Prediktif untuk Trade Spend Planning
Alih-alih mengulang pola promosi yang lama, Anda bisa menggunakan machine learning untuk memprediksi campaign mana yang kemungkinan besar akan sukses.
Model prediktif ini memanfaatkan data historis, seasonal pattern, dan respons pasar terhadap promosi sebelumnya.
Hasilnya? Anggaran promosi Anda jadi lebih terarah dan berbasis kemungkinan sukses yang terukur.
5. Alihkan Sebagian Budget ke Aktivitas Shopper Marketing
Hasil dari pengalaman 20 tahun membantu banyak brand di Indonesia, Redcomm digital marketing agency memastikan tidak semua budget harus habis untuk potongan harga.
Cobalah alihkan sebagian ke aktivitas yang menciptakan pengalaman belanja, seperti demo produk, edukasi shelf, konten digital di toko, atau QR engagement.
Shopper marketing yang dirancang dengan baik dapat meningkatkan loyalitas konsumen, memperkuat brand recall, dan tetap memberikan uplift tanpa harus merusak margin.
Trade spend yang dikelola dengan data dan strategi yang tepat bisa menjadi motor pertumbuhan penjualan yang sangat kuat. Tapi jika dibiarkan tanpa pengukuran dan evaluasi yang jelas, ia hanya akan menjadi beban biaya yang tidak berdampak.
👉 Ingin tahu framework lengkap mengelola trade spend secara cerdas? Yuk, hubungi Kontak Redcomm dan diskusikan kebutuhan bisnis Anda.
Campaign iklan yang kita jalanin emang harus riset dulu sih. Ga serta merta dijalanin dan berhasil. pasti berjibaku dulu dengan data data yang jelimet hehehe
BalasHapusPelaku bisnis harus makin aware dengan berbagai faktor penyebab kebocoran trade promotion biar lebih terkontrol, dan efisien nih.
BalasHapusAnggaran terbesar dalam FMCG adalah bagian promo ya. Termasuk pemberian potongan harga atau promo.
BalasHapusTapi perlu dicatat nih, jangan fokus menghabiskan anggaran di satu tempat saja. Alokasikan juga anggaran ke bagian lain. Yaitu aktivitas p berbagi pengalaman belanja. Kaos konsumen semakin tertarik membeli produk yang ditawarkan.
Thank sharing ilmunya. Jadi tahu bagaimana memaintanance promosi bisnis yg tepat sasaran nih.
BalasHapusKalau ada budget lebih lebih baik pakai jasa digital marketing agency seperti Redcomm. Daripada pusing krn nggak ngerti dan malah boncos krn anggaran terbuang sia-sia, mending serahkan saja sama ahlinya.
BalasHapus